Penyidik Polda Metro Jaya mensinyalir terduga teroris asal Tambora, Jakarta Barat, Muhamad Toriq, 32, terkait dengan jaringan teroris di Solo, Jawa Tengah; dan Depok, Jawa Barat.
Namun bagaimana detail hubungan struktural antara pelaku teroris di Solo,Depok,dan Toriq, polisi masih menelusurinya. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Rikwanto,juga mengungkapkan adanya istilah poros Solo-Jakarta yang akan menyasar dua daerah tersebut sebagai target aksi terorisme. Sayangnya, Rikwanto enggan menyebutkan secara terperinci apa saja yang akan ditarget dengan alasan masalah teknis hanya diketahui pihak Detasemen Khusus 88/Antiteror Mabes Polri.
”Lagi didalami apa target selanjutnya yang akan disasar pelaku teroris,” ujar Rikwanto di Jakarta kemarin. Pengamat terorisme Mardigu tak sependapat dengan pandangan adanya poros Jakarta- Solo.Menurutnya ,kelompok Solo berdiri sendiri tanpa ada keterkaitan dengan jaringan mana pun.Mereka terbentuk karena adanya gairah balas dendam kepada negara terkait ideologi.Kelompok ini tak berjaringan dengan kelompok mana pun.
Kekuatan dan sumber dayanya relatif kecil. ”Mereka bergerak tanpa komando, menyerang sporadis. Jadi,jika dikatakan poros itu kesannya besar. Padahal, ini kelompok kecil yang bahkan anggotanya pun tak sampai delapan orang,” ujar Mardigu saat dihubungi tadi malam. Mardigu menduga, kondisi yang sama juga terjadi di Jakarta dalam kasus Toriq.Menurut dia, gerakan teror berskala besar sudah habis sejak terkuaknya kelompok Dr Azhari, Noordin M Top,dan Aceh.
”Sejak dua atau tiga tahun lalu,muncullah kelompok-kelompok kecil yang merupakan sel-sel dari jaringan besar itu. Mereka tak terkoneksi secara langsung, tapi memiliki ideologi yang sama.” ”Memerangi thogut, menegakkan syariat Islam atau membentuk negara Islam,” papar dia. Seperti diketahui, polisi belakangan ini kembali melakukan perburuan terhadap kelompok terorisme pascapenembakan terhadap pos polisi dan personel polisi di Solo.
Dalam perburuan tersebut Densus 88/Antiteror Mabes Polri menembak mati dua orang terduga teroris, Muksin dan Farhan, di Solo, Jawa Tengah (31/8), menangkap Bayu di Karanganyar, Jawa Tengah, dan kemudian meringkus terduga teroris lainnya, Firman, di Depok,Jawa Barat (5/9). Toriq diidentifikasi sebagai anggota teroris setelah polisi memastikan bahan material yang ditemukan di rumahnya adalah bahan peledak untuk merakit bom.
Adapun barang bukti yang berhasil diamankan berupa lembaran panduan merakit bom, tiga kardus yang berisi botol, lakban, dua botol berisi paku, kaleng makanan, baterai, charger telepon seluler, potongan pipa dan kabel, serta bahan lain. Polisi juga menemukan buku panduan pembuatan bom serta 11 buku jihad dan agama. Dari olah TKP, polisi bahkan menemukan lima bom pipa berukuran 40 cm yang sudah dirakit.
Kelima bom pipa tersebut hanya tinggal dipasang power detonator dan kabel penghubung untuk pemicu. Toriq diduga telah meracik bahan kimia sejenis bahan peledak yang dipasangi sejumlah paku dengan tujuan memberikan efek ledak yang besar. Berdasar penuturan sang ibu,Iyut,Toriq akan membawa barang-barang tersebut ke Ambon. Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut sudah berkoordinasi dengan Detasemen Khusus 88/Antiteror Mabes Polri untuk melakukan penelusuran.
Salah satu yang menjadi target penelusuran adalah kelompok pengajian Al Qiyadah. Penyidik menduga Toriq masuk kelompok pengajian Al Qiyadah karena menemukan lembaran yang menunjukkan Toriq aktif pada perkumpulan pengajian tersebut di rumah Iyut.Kelompok pengajian tersebut dipastikan tidak berada di lingkungan tempat tinggal Toriq. ”Dari pengembangan (penyelidikan), Toriq ikut pengajian yang belum diketahui lingkungannya, tetapi namanya Al Qiyadah,” jelas Rikhwanto.
Selain menelusuri jaringan Toriq, polisi juga memburu Toriq yang keburu melarikan diri. Diberitakan sebelumnya, keberadaan bahan peledak terungkap secara tidak sengaja setelah di rumah di Jalan Teratai 7, RT 02/04, mengeluarkan asap.Warga yang trauma kebakaran mendobrak rumah tersebut dan kemudian menemukan bahan mencurigakan. Toriq sendiri langsung kabur saat warga memasuki rumahnya.
Istri Toriq,Yati, bersama anaknya dan ibundanya, Iyut, sudah diamankan polisi. Sementara itu, Yani, 32, tetangga Toriq yang juga teman di SMEA Fatahillah,menuturkan bahwa Toriq sempat menghilang dari lingkungan tersebut. Kala itu, sang ibu, Iyut, sempat mengatakan bahwa putra keenam dari tujuh bersaudara itu pergi untuk mengikuti sekolah pesantren. ”Nah, waktu dia pulang dari ngilang itu, dia datang pakai baju hitam- hitam kayak gamis gituh. Berewokan juga. Sempat lama dia pakai pakaian kayak gitu.
Terus pakaiannya kembali lagi kayak biasa,”cerita Yani. Toriq juga diketahui mempunyai pemahaman agama yang berbeda dengan masyarakat umum. Bahkan warga menghindari untuk berbicara tentang agama dengan Toriq karena tiap kali membahas agama yang bersangkutan sering kali memberikan tanggapan yang keras. ”Toriq juga pernah bilang bahwa orang meninggal itu tidak perlu ada tahlilan. Itu kelihatan waktu salah satu abangnya meninggal, dia malah tetap berdagang tuh,”cerita Rony,35.
Anggota Teroris Solo Masih Ada Dua Orang
Sementara itu terduga teroris kelompok Solo, Bayu Setiyono, 16, menyatakan bahwa kelompok teroris Solo berdiri sendiri, tak berjaringan dengan kelompok teroris mana pun. Mereka beranggotakan enam orang, belum memiliki nama dan mengklaim sebagai gerakan bawah tanah (underground). Hal itu disampaikan Bayu dalam video testimoninya yang diputar kepolisian di Markas Besar Polri kemarin.
Dalam video berdurasi 12 menit itu, Bayu menceritakan pengalamannya masuk dalam jaringan teroris Solo. Dia juga membeberkan bagaimana kelompok ini merencanakan aksi teror di Kota Solo serta peran seluruh anggota. Bayu pun meminta maaf kepada warga Solo atas tindakannya melakukan aksi teror. Dia mengatakan, perekaman video tersebut atas keinginan sendiri. ”Saya tidak di bawah tekanan, tidak diperintah siapa pun,” kata Bayu. Video itu direkam pada Rabu lalu (5/9) di Yogyakarta sebelum Bayu diterbangkan ke Jakarta.
Di awal video itu terdengar suara desingan pesawat yang terbang rendah. Bayu yang berkulit cokelat dan berperawakan kurus ini mengenakan Polo shirt biru dan berbicara lancar meski tak sistematis. Bayu yang ditangkap di kediaman orang tuanya di Karanganyar,Jumat lalu (31/8), mengaku kelompoknya tidak memiliki amir (pimpinan). ”Kami terdiri atas sekitar enam orang. Salah satunya donatur kami dan lima yang lain adalah alumni Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo lulusan 2010.Kecuali saya,” ujar Bayu.
Dari pernyataan Bayu, artinya kelompok ini tersisa dua orang. Sebelumnya, polisi sudah menembak mati dua orang dari kelompok ini, Muksin dan Farhan. Sementara dua orang lainnya, Bayu dan Firman, ditangkap hidup-hidup. Mereka yang belum tertangkap berperan sebagai donatur dan seorang yang disebut sebagai ustaz menyebut bahwa polisi merupakan pihak yang harus diperangi. Sayangnya, Bayu mengaku lupa namanya.
Bayu sendiri berperan sebagai pengintai dan penyurvei, sedangkan target sudah ditentukan oleh Farhan. Setelah gagal melakukan perampokan toko emas di Pasar Klewer,Solo, kelompok ini bersepakat agar dana operasional ditanggung bersama. ”Di belakang kami ada ikhwan, namanya saya tidak tahu. Dia salah satu pendukung, donatur.Dia salah satu mahasiswa tempat menumpang Farhan dan Muksin tidur,”papar Bayu.
Dalam keseharian Bayu mengaku bekerja sebagai penjaga Pondok Pesantren Ngruki. Di pondok, dia belajar untuk mendalami Islam dari para santri sejak 2007.Empat tahun kemudian, dia mengenal Muksin dan Firman. Bersama Firman dia mulai membicarakan pembentukan kelompok teror.
Namun bagaimana detail hubungan struktural antara pelaku teroris di Solo,Depok,dan Toriq, polisi masih menelusurinya. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Rikwanto,juga mengungkapkan adanya istilah poros Solo-Jakarta yang akan menyasar dua daerah tersebut sebagai target aksi terorisme. Sayangnya, Rikwanto enggan menyebutkan secara terperinci apa saja yang akan ditarget dengan alasan masalah teknis hanya diketahui pihak Detasemen Khusus 88/Antiteror Mabes Polri.
”Lagi didalami apa target selanjutnya yang akan disasar pelaku teroris,” ujar Rikwanto di Jakarta kemarin. Pengamat terorisme Mardigu tak sependapat dengan pandangan adanya poros Jakarta- Solo.Menurutnya ,kelompok Solo berdiri sendiri tanpa ada keterkaitan dengan jaringan mana pun.Mereka terbentuk karena adanya gairah balas dendam kepada negara terkait ideologi.Kelompok ini tak berjaringan dengan kelompok mana pun.
Kekuatan dan sumber dayanya relatif kecil. ”Mereka bergerak tanpa komando, menyerang sporadis. Jadi,jika dikatakan poros itu kesannya besar. Padahal, ini kelompok kecil yang bahkan anggotanya pun tak sampai delapan orang,” ujar Mardigu saat dihubungi tadi malam. Mardigu menduga, kondisi yang sama juga terjadi di Jakarta dalam kasus Toriq.Menurut dia, gerakan teror berskala besar sudah habis sejak terkuaknya kelompok Dr Azhari, Noordin M Top,dan Aceh.
”Sejak dua atau tiga tahun lalu,muncullah kelompok-kelompok kecil yang merupakan sel-sel dari jaringan besar itu. Mereka tak terkoneksi secara langsung, tapi memiliki ideologi yang sama.” ”Memerangi thogut, menegakkan syariat Islam atau membentuk negara Islam,” papar dia. Seperti diketahui, polisi belakangan ini kembali melakukan perburuan terhadap kelompok terorisme pascapenembakan terhadap pos polisi dan personel polisi di Solo.
Dalam perburuan tersebut Densus 88/Antiteror Mabes Polri menembak mati dua orang terduga teroris, Muksin dan Farhan, di Solo, Jawa Tengah (31/8), menangkap Bayu di Karanganyar, Jawa Tengah, dan kemudian meringkus terduga teroris lainnya, Firman, di Depok,Jawa Barat (5/9). Toriq diidentifikasi sebagai anggota teroris setelah polisi memastikan bahan material yang ditemukan di rumahnya adalah bahan peledak untuk merakit bom.
Adapun barang bukti yang berhasil diamankan berupa lembaran panduan merakit bom, tiga kardus yang berisi botol, lakban, dua botol berisi paku, kaleng makanan, baterai, charger telepon seluler, potongan pipa dan kabel, serta bahan lain. Polisi juga menemukan buku panduan pembuatan bom serta 11 buku jihad dan agama. Dari olah TKP, polisi bahkan menemukan lima bom pipa berukuran 40 cm yang sudah dirakit.
Kelima bom pipa tersebut hanya tinggal dipasang power detonator dan kabel penghubung untuk pemicu. Toriq diduga telah meracik bahan kimia sejenis bahan peledak yang dipasangi sejumlah paku dengan tujuan memberikan efek ledak yang besar. Berdasar penuturan sang ibu,Iyut,Toriq akan membawa barang-barang tersebut ke Ambon. Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut sudah berkoordinasi dengan Detasemen Khusus 88/Antiteror Mabes Polri untuk melakukan penelusuran.
Salah satu yang menjadi target penelusuran adalah kelompok pengajian Al Qiyadah. Penyidik menduga Toriq masuk kelompok pengajian Al Qiyadah karena menemukan lembaran yang menunjukkan Toriq aktif pada perkumpulan pengajian tersebut di rumah Iyut.Kelompok pengajian tersebut dipastikan tidak berada di lingkungan tempat tinggal Toriq. ”Dari pengembangan (penyelidikan), Toriq ikut pengajian yang belum diketahui lingkungannya, tetapi namanya Al Qiyadah,” jelas Rikhwanto.
Selain menelusuri jaringan Toriq, polisi juga memburu Toriq yang keburu melarikan diri. Diberitakan sebelumnya, keberadaan bahan peledak terungkap secara tidak sengaja setelah di rumah di Jalan Teratai 7, RT 02/04, mengeluarkan asap.Warga yang trauma kebakaran mendobrak rumah tersebut dan kemudian menemukan bahan mencurigakan. Toriq sendiri langsung kabur saat warga memasuki rumahnya.
Istri Toriq,Yati, bersama anaknya dan ibundanya, Iyut, sudah diamankan polisi. Sementara itu, Yani, 32, tetangga Toriq yang juga teman di SMEA Fatahillah,menuturkan bahwa Toriq sempat menghilang dari lingkungan tersebut. Kala itu, sang ibu, Iyut, sempat mengatakan bahwa putra keenam dari tujuh bersaudara itu pergi untuk mengikuti sekolah pesantren. ”Nah, waktu dia pulang dari ngilang itu, dia datang pakai baju hitam- hitam kayak gamis gituh. Berewokan juga. Sempat lama dia pakai pakaian kayak gitu.
Terus pakaiannya kembali lagi kayak biasa,”cerita Yani. Toriq juga diketahui mempunyai pemahaman agama yang berbeda dengan masyarakat umum. Bahkan warga menghindari untuk berbicara tentang agama dengan Toriq karena tiap kali membahas agama yang bersangkutan sering kali memberikan tanggapan yang keras. ”Toriq juga pernah bilang bahwa orang meninggal itu tidak perlu ada tahlilan. Itu kelihatan waktu salah satu abangnya meninggal, dia malah tetap berdagang tuh,”cerita Rony,35.
Anggota Teroris Solo Masih Ada Dua Orang
Sementara itu terduga teroris kelompok Solo, Bayu Setiyono, 16, menyatakan bahwa kelompok teroris Solo berdiri sendiri, tak berjaringan dengan kelompok teroris mana pun. Mereka beranggotakan enam orang, belum memiliki nama dan mengklaim sebagai gerakan bawah tanah (underground). Hal itu disampaikan Bayu dalam video testimoninya yang diputar kepolisian di Markas Besar Polri kemarin.
Dalam video berdurasi 12 menit itu, Bayu menceritakan pengalamannya masuk dalam jaringan teroris Solo. Dia juga membeberkan bagaimana kelompok ini merencanakan aksi teror di Kota Solo serta peran seluruh anggota. Bayu pun meminta maaf kepada warga Solo atas tindakannya melakukan aksi teror. Dia mengatakan, perekaman video tersebut atas keinginan sendiri. ”Saya tidak di bawah tekanan, tidak diperintah siapa pun,” kata Bayu. Video itu direkam pada Rabu lalu (5/9) di Yogyakarta sebelum Bayu diterbangkan ke Jakarta.
Di awal video itu terdengar suara desingan pesawat yang terbang rendah. Bayu yang berkulit cokelat dan berperawakan kurus ini mengenakan Polo shirt biru dan berbicara lancar meski tak sistematis. Bayu yang ditangkap di kediaman orang tuanya di Karanganyar,Jumat lalu (31/8), mengaku kelompoknya tidak memiliki amir (pimpinan). ”Kami terdiri atas sekitar enam orang. Salah satunya donatur kami dan lima yang lain adalah alumni Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo lulusan 2010.Kecuali saya,” ujar Bayu.
Dari pernyataan Bayu, artinya kelompok ini tersisa dua orang. Sebelumnya, polisi sudah menembak mati dua orang dari kelompok ini, Muksin dan Farhan. Sementara dua orang lainnya, Bayu dan Firman, ditangkap hidup-hidup. Mereka yang belum tertangkap berperan sebagai donatur dan seorang yang disebut sebagai ustaz menyebut bahwa polisi merupakan pihak yang harus diperangi. Sayangnya, Bayu mengaku lupa namanya.
Bayu sendiri berperan sebagai pengintai dan penyurvei, sedangkan target sudah ditentukan oleh Farhan. Setelah gagal melakukan perampokan toko emas di Pasar Klewer,Solo, kelompok ini bersepakat agar dana operasional ditanggung bersama. ”Di belakang kami ada ikhwan, namanya saya tidak tahu. Dia salah satu pendukung, donatur.Dia salah satu mahasiswa tempat menumpang Farhan dan Muksin tidur,”papar Bayu.
Dalam keseharian Bayu mengaku bekerja sebagai penjaga Pondok Pesantren Ngruki. Di pondok, dia belajar untuk mendalami Islam dari para santri sejak 2007.Empat tahun kemudian, dia mengenal Muksin dan Firman. Bersama Firman dia mulai membicarakan pembentukan kelompok teror.